Search

Demam Ojol Tak Mampu Dongkrak Penjualan Motor - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Profesi pengemudi ojek online (ojol) ternyata banyak diminati karena jumlahnya mengalami pertumbuhan. Namun banyaknya pengemudi ojol ternyata tak banyak dongkrak penjualan motor baru.

Keberadaan ojol nyatanya tak hanya memanjakan konsumen dengan akses terhadap mobilitas yang tinggi, efisiensi dalam waktu bepergian hingga ongkos yang murah. Keberadaan perusahaan rintisan seperti Gojek dan Grab telah menjadi roda ekonomi baru karena juga menciptakan lapangan kerja dan memacu UKM-UKM untuk terus tumbuh.

Perusahaan rintisan penyedia jasa ojol terus bertumbuh karena pasar Indonesia yang reseptif atau mudah menerima. Gojek dan Grab sebagai duopoli di pasar tanah air kini menyandang gelar sebagai 'decacorn'. Artinya nilai valuasinya sudah mencapai US$ 10 miliar atau setara dengan Rp 140 triliun. Fantastis bukan?


Besarnya valuasi tersebut tak lepas dari bisnis yang terus tumbuh. Ojol kini telah menjelma menjadi aplikasi serba bisa (super apps). Mau apa saja bisa lewat aplikasi tersebut. Bayangkan saja dalam sehari Gojek saja menangani lebih dari 3 juta pesanan. Jumlah driver Gojek kini diperkirakan mencapai 2 juta orang.

Kenaikan jumlah pengemudi ojol yang signifikan ini tak lepas dari profesinya yang dinilai menarik. Bagaimana tidak? Menurut penelusuran CNBC Indonesia, pendapatan pengemudi ojol di Jabodetabek sebulan bisa menyentuh angka Rp 4,9 juta. Jauh lebih tinggi daripada UMK yang rata-rata 3,9-4 juta.

Selain masalah nominal pendapatan yang relatif lebih menarik, faktor fleksibilitas peran dan jam kerja juga jadi hal yang mempengaruhi pesatnya kenaikan pengemudi ojol ini.

Dari segi jam kerja, pengemudi ojol bebas memilih kapan waktunya untuk bekerja. Fleksibilitas waktu ini menjadi menguntungkan karena pengemudi bebas mengalokasikan waktunya untuk keluarga atau hal lain.

Fleksibilitas peran juga jadi pertimbangan. Seorang pengemudi ojek online juga bisa memilih untuk bekerja sebagai kurir makanan maupun barang.

Namun berkembang pesatnya profesi pengemudi ojol ini tak banyak dongkrak penjualan otomotif. Secara umum pengemudi ojol terbagi menjadi pengemudi roda dua dan roda empat.

Bertambahnya jumlah pengemudi ojol beberapa tahun terakhir tak serta merta mendongkrak penjualan motor dan mobil baru. Hal ini tercermin dari data penjualan wholesale yang dipublikasikan oleh asosiasi otomotif tanah air (AISI dan GAIKINDO).

Penjualan wholesale untuk tahun 2019 diperkirakan melampaui 6,4 juta unit motor. Jika menggunakan angka patokan 6,4 juta unit, maka penjualan motor tumbuh minimalis 0,3% dibanding tahun lalu. Tahun lalu, total penjualan motor mencapai 6,38 juta unit motor. Sejak tahun 2014, penjualan motor baru mengalami fluktuasi.

Sementara penjualan mobil baru justru malah terkontraksi pada tahun 2019. Tahun lalu total penjualan mobil berdasarkan data GAIKINDO mencapai 7,85 juta unit. Tahun sebelumnya mencapai 8,1 juta unit. Artinya penjualan mobil wholesale 2019 terkontraksi 2,8%. Data berikut ini merupakan data penjualan mobil jenis passenger car saja tanpa mengikutsertakan penjualan jenis bus dan truk. 

Padahal perusahaan rintisan penyedia jasa ojol memberikan berbagai program manfaat untuk pengemudinya. Salah satunya adalah kredit kendaraan bermotor. Namun hal ini tak membuat penjualan motor baru jadi ikut meroket. Mungkin saja pengemudi ojol ini masih lebih sayang motornya atau beli motor bekas yang relatif lebih terjangkau. Selain itu, para pelanggan yang biasa menggunakan motor tak lagi membeli motor baru, karena cukup mengandalkan ojol.

TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi aje https://www.cnbcindonesia.com/news/20200123155446-4-132239/demam-ojol-tak-mampu-dongkrak-penjualan-motor

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Demam Ojol Tak Mampu Dongkrak Penjualan Motor - CNBC Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.