Pengamat transportasi, Tori Damantoro, menuturkan bahwa sejak dia mengikuti kasus ojek online dua tahun lalu, terdapat dua alasan mengapa pemerintah tidak meloloskan sepeda motor menjadi angkutan umum. Pengganjal tersebut adalah dari kerangka hukum itu sendiri dan karakteristik kendaraan motor.
"Dari kerangka hukum, motor sebagai angkutan umum tidak ada dasar hukumnya. Bukan berarti tidak dilarang atau tidak diatur. Tapi kalau rezim di Indonesia, kalau belum diatur artinya tidak boleh," jelasnya saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon pada Rabu (28/3).
Kendala lainnya adalah perkara karakteristik kendaraan. Sepeda motor bebek menurut Tori adalah kendaraan untuk jarak pendek, tidak sampai 15-20 km seperti yang praktiknya terjadi di banyak kota di Indonesia.Namun, Tori mengakui bahwa praktik tersebut telah terjadi selama berpuluh-puluh tahun. Hal itu karena pemerintah gagal menyediakan transportasi umum yang memadai sehingga masyarakat mencari alternatif.
"Secara karakteristik, motor itu adalah untuk jarak dekat. Bukan yang sekarang terjadi di Jabodetabek yang jauh-jauh, tidak sampai 20 km begitu," ujarnya.
Saat ditanya apakah mungkin motor dijadikan salah satu angkutan umum di tanah air, Tori menjelaskan ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Yang pertama adalah soal kemanfaatan motor sendiri sebagai angkutan umum, dan yang kedua adalah merevisi UU LLAJ tahun 2009.
"Kalau menurut saya, kemanfaatan ojol (ojek online) ini bukan karena efisiensi pasar. Ini karena ada distorsi pasar karena ada pemodal besar. Ada yang bisa ngasih bonus dan diskon... Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam lagi," katanya.Pakar transportasi sendiri diakui Tori terpecah dalam dua pendapat soal legitimasi ojek online. Di satu pihak, pakar transportasi dengan dasar pragmatis lebih mendukung ojek online dilegalkan karena memang sudah menjadi fenomena di tengah masyarakat.
Sementara, Tori sendiri mengambil sikap untuk mendukung pemerintah serius memperbaiki transportasi umum yang bisa diandalkan masyarakat. Sebab, sepeda motor secara hukum dan karakteristiknya tidak cocok dijadikan angkutan umum.
"Saya lebih yang kedua, karena sekarang pemerintah sedang menyiapkan anggaran triliunan rupiah untuk memperbaikan angkutan umum. Untuk peremajaan dan lain sebagainya. Itu biayanya lebih murah dari pada Skytrain, LRT dan dan akan berguna untuk banyak masyarakat," tutupnya.Sebagai catatan, unjuk rasa pengemudi ojek online bukan kali ini saja terjadi. Mereka telah beberapa kali menuntut hal yang sama.
Pada November 2017 lalu, Azas Tigor Nainggolan yang membantu advokasi pengemudi ojek online pernah bakal menggugat UU No.22 Tahun 2009 tentang transportasi umum ke Mahkamah Konstitusi. Peraturan itu menurut Tigor sangat dibutuhkan lantaran pengemudi ojek online rentan mendapat perlakuan sepihak dari perusahaan yang menaungi mereka. (eks)
Baca Lagi aje https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180328141816-384-286534/dua-pengganjal-sepeda-motor-tak-bisa-jadi-angkutan-umumBagikan Berita Ini
0 Response to "Dua Pengganjal Sepeda Motor Tak Bisa Jadi Angkutan Umum"
Posting Komentar