Liputan6.com, Jakarta Sejak usia 1,5 tahun Rahmadansyah mengalami polio. Akibatnya, salah satu kakinya tidak berfungsi dengan baik.
"Sejak usia 1,5 tahun, saat ibu saya meninggal dunia saya sering sakit panas tinggi katanya. Sehingga salah satu kaki saya didiagnosis poliomyelitis atau polio, akibatnya nggak berfungsi dengan normal," kata penyandang disabilitas daksa itu mengutip laman Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI), Selasa (25/4/2023).
Pria yang tinggal di Citeureup, Kabupaten Bogor ini sehari-hari bekerja sebagai pedagang perkakas di kawasan Pasar Citeureup.
Sejak 2008, Rahmadansyah konsisten menggeluti usaha perkakas. Ini bukan usaha pertamanya. Namun, waktu membuktikan bahwa usaha perkakas lah yang paling bisa diandalkan sebagai mata pencahariannya.
Kondisi disabilitas daksa yang disandang tidak meredupkan semangatnya untuk merantau di tahun 2006 dari Palembang ke tanah Sunda. Hidup sendiri dan tidak memiliki sanak saudara di perantauan bukan hambatan baginya.
Warga asal Kampung Bojong, Citeureup ini telah menggeluti usaha dagang berbagai produk. Mulai dari obral lampu, menjelang Lebaran lanjut menjual jam tangan anak-anak. Ia juga acap kali menjual mainan anak dan mengikuti tren pasar. Sampai akhirnya, ia memilih untuk dagang perkakas di pinggir jalan pasar Citeureup, Bogor.
Pendapatannya saat itu berkisar Rp50 ribu per hari. Sebaliknya, pengeluaran yang harus ia tanggung cukup besar.
Barang dagangannya ia titipkan di tempat yang ia sewa dengan biaya Rp150 ribu per bulan. Belum lagi, difabel ini harus mengeluarkan biaya transportasi per hari sebanyak Rp30 ribu untuk membawa dagangannya dari tempat sewa ke pasar dengan menggunakan becak.
Dapat Bantuan Motor Roda Tiga
Di tahun 2021, pria usia 45 ini mendapatkan bantuan dari Kementerian Sosial berupa motor roda tiga. Motor ini didesain sesuai kebutuhan penyandang disabilitas yang memiliki usaha.
Dengan adanya motor roda tiga ini, Rahmadansyah mengaku sangat terbantu dalam menjalankan usahanya.
"Allhamdulilah dapat bantuan aksesibilitas untuk usaha, jadi lebih mudah serta mengurangi pengeluaran yang sebelumnya untuk menyewa becak dan sewa penitipan barang," ujarnya.
Tekan Pengeluaran
Setelah menerima bantuan dari Sentra Terpadu Inten Soeweno Bogor yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) Kemensos, Ramadansyah mampu menekan biaya transportasi dan sewa penitipan barang.
Pendapatannya pun sedikit demi sedikit meningkat. Kini pendapatannya rata-rata Rp100 ribu per hari.
Dengan kondisinya yang disabilitas, Rahmadansyah memiliki kegigihan yang luar biasa. Ia berangkat pukul 07.00 WIB dengan membawa barang dagangannya ke Pasar Citeureup.
Jam operasionalnya hingga pukul 10.00 WIB, kemudian ia pulang untuk istirahat dan beribadah. Selepas dzuhur, ia kembali berdagang di Pasar Citeureup hingga pukul 20.00 WIB.
Buka Jasa Angkut Barang Pindahan
Selain untuk berdagang, Rahmadansyah merasakan fungsi lain dari motor roda tiga bantuan Kemensos. Tidak hanya untuk berdagang, sesekali motor roda tiga itu ia gunakan untuk jasa angkut barang pindahan.
Selain itu, motor roda tiganya pernah disewa untuk membawa pesanan catering. Baginya, manfaat ini selain untuk mendapatkan pemasukan tambahan di luar usaha regulernya, juga sebagai caranya untuk membantu sesamanya.
Ke depan, Rahmadansyah berencana membuka warung kopi (warkop) di rumahnya menggunakan motor roda tiga.
"Nanti, sepulang saya dagang perkakas, saya rencana akan buka warkop di rumah. Lumayan untuk tambah-tambah pemasukan," katanya.
"Saya hanya bisa mengucapkan banyak terima kasih, bantuan roda tiga ini sangat bermanfaat buat peningkatan usaha saya," tutupnya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dapat Bantuan Motor Roda Tiga, Begini Cara Pedagang Disabilitas di Bogor Memanfaatkannya - Liputan6.com"
Posting Komentar